20081226

Kontemplasi Empat Tahun Tsunami - 1

“Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; dan barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya (manusia). Dan Allah maha mengetahui segala sesuatu” (At-Taghabun,11)

Hari ini pukul 8:30 pagi pada 26 Desember 2004 yang lalu, sesaat para penghuni bumi baru bangkit dari peraduannya dan beberapa tengah santai menikmati hari libur, tiba-tiba tsunami menghantam Aceh meskipun di dahului oleh gempa bumi beberapa menit sebelumnya. Tak pelak bencana tsunami itu menghentakkan seluruh sumsum kekerdilan manusia di bumi ini. Betapa tidak.

Hantaman gelombang tsunami, yang disebut sebagai terdahsyat dalam sejarah, merenggut ratusan ribu jiwa manusia, meluluh lantakkan berbagai sarana dan prasarana kehidupan, mencerai beraikan ribuan sanak saudara, memporak porandakan segala hasil pembangunan dan bahkan melenyapkan satu generasi manusia.

Secara ilmiah, tsunami adalah perilaku alam biasa yang terjadi akibat adanya gempa tektonik (yang saat itu berkekuatan 8,9 skala richter) yang terjadi di dasar laut di mana di sana sedang terjadi pergeseran patahan lempeng bumi secara ekstrim, sehingga retakannya secara tiba-tiba menelan milyaran kubik air. Setelah air tersebut masuk memenuhi retakan yang berlangsung dengan sangat deras, pada saat mencapai titik tertentu ia menimbulkan arus balik untuk mendapatkan keseimbangannya kembali karena karakternya yang selalu rata permukaannya. Pada saat itulah aktivitas yang berlangsung di dasar laut tersebut menimbulkan gerakan gelombang ke segala arah. Hingga akhirnya, ketika menyentuh daratan, deras gelombang tersebut menghantam daratan dengan keras.

Secara ilmiah, penjelasan tersebut selesai. Tidak ada makna lain selain menganggapnya sebagai hal yang alami. Tetapi bagaimana menurut hukum ilahiah?

Bencana, apapun bentuknya, adalah takdir yang sudah ditetapkan oleh Allah SWT. Bencana adalah sarana yang diciptakan oleh Nya sebagai peringatan. Kita tidak memiliki kemampuan yang lebih kecuali mendeteksi kapan bencana dahsyat seperti itu akan terjadi, meminimalisir korban dan menjadikannya inspirasi untuk meciptakan satu teknologi yang mampu membantu kita melakukan semua hal-hal seperti itu.

Padahal kalau kita peka dan mau berfikir lebih dalam menelaah di balik apa yang sekedar terpapar dalam ulasan-ulasan ilmiah, kemampuan kita untuk mendeteksi suatu bencana ada pada kemampuan kita mendeteksi perilaku kita (terutama yang menyimpang dari hukum Allah). Teknologi, betapapn canggihnya ia, hanyalah alat artifisial yang bersifat sementara karena tak akan berarti apa-apa bila Allah tetap berkehendak untuk melentikkan ujung jariNya di sudut jagat raya.

Bencana yang diberikan oleh Allah kepada kita adalah cara Allah mengekspresikan ke-kasih sayang-anNya karena Ia selalu melihat kita selalu berbuat kerusakan. Dengan bencana Ia ingin kita sadar bahwa perbuatan kita yang merusak tersebut akan berakibat merusak juga pada kehidupan kita. Karena bagi Allah adalah ke-Maha Esa-an atas alam semesta. Allah sama sekali tidak berharap sesuatu dari makhluq manusia kecuali menghendaki kita menjadi khalifah yang bertanggung jawab di bumi ini.

Tetapi kenapa harus dengan tsunami yang dahsyat yang merenggut ratusan ribu jiwa itu Allah memberi peringatan kepada kita? Bukankah kita telah meng-imani ada-Nya?

Iman saja tidak cukup untuk merefleksikan bahwa kita adalah hamba yang mengakui keberadaan-Nya. Karena perbuatan kita yang merusak dan telah merasuk ke segala sendi kehidupan kita adalah bukti bahwa ketaqwaan kita kepada-Nya nihil.
click here to read part 2

Kontemplasi Empat Tahun Tsunami - 2

Karena Kita Hipokrit dan Hedonistis

Kita telah mencapai titik nadir pada kekebalan hati, rasa, pikiran bahkan spiritualitas. Korupsi, kolusi, eksploitasi alam, pendewaan terhadap materi dan kehidupan yang hedonistis, dan sejenisnya adalah keseharian kita. Agama (Islam) bagi kita hanyalah identitas normative pelengkap persyaratan administrasi bernegara. Penegakan ritual ibadah tidak lebih dari sekedar “carmuk” (cari muka) atau “caper” (cari perhatian) karena yang menonjol dari kegiatan ibadah kita adalah symbol fisik daripada hakikat. Pamer selalu menjadi tujuan dominan dari rutinitas ibadah kita.

Bagaimana sebuah negeri yang mayoritas penghuninya adalah muslim dan menjadi negeri berpenduduk muslim terbesar di dunia selalu menduduki ranking teratas dalam hal berbuat kerusakan di lingkungan alam dan masyarakatnya. Bagaimana negeri yang salah satu ujungnya berprediket “Serambi Mekkah” tetapi menjadikan Islam terkapar karena keluruhan dan keagungan ajarannya disalahgunakan sehingga hakikat Islam yang “Rahmatan lil alamin” teronggok di antara selilit gusi bangsa ini.

Islam hampir sama sekali tak terpancarkan dalam aktifitas kegiatan kita sehari-hari, tak terrefleksikan dalam perilaku para pemimpin kita dan apalagi menyatu dalam setiap tarikan nafas kita. Selalu yang kita tonjolkan saat melakukan rutinitas kita adalah untung rugi.

Kehidupan yang kita adopsi serba normative, artificial dan hipokritif. Kita berjubah dan menenteng pedang serta mengibarkan panji-panji Allahu Akbar, merangsek merazia tempat-tempat yang berbau maksiat. Padahal ujung-ujungnya kita hanya ingin menaikkan bargaining kita dalam memeras. Kita bersorban dan selalu bertasbih melafazkan asma Allah, padahal kita ternyata mengahasut umat yang satu tentang umat yang lain. Kita berjilbab rapih menutup aurat sesuai anjuran-Nya, ternyata tingkah laku kita, perkataan kita, perbuataan kita, hobi kita tak ada bedanya dengan mereka yang suka berbikini.

Kitab suci yang kita miliki sekedar menjadi pajangan lemari dan ayat-ayatnya hanya sebatas menjadi penghias dinding. Membacanya pun hanya sekedar basa-basi karena kita tak pernah bisa mengahayati apa sebenarnya maknanya, kecuali agar anak istri atau orang-orang di sekitar kita mengagumi suara kita. Bahkan mempelajari bahasa kitab suci (bahasa Arab) pun terasa kampungan. Padahal saat yang sama kita sibuk mengorbankan waktu, tenaga dan biaya untuk mempelajari bahasa asing lainnya. Sungguh ironis!

Sungguh telah Allah takdirkan bahwa Indonesia adalah negeri yang kaya raya. Telah Allah pilih Indonesia menjadi negeri berpenduduk muslim terbesar di dunia. Dengan kekayaan alam yang melimpah ruah, Allah ingin Islam yang makmur, yang berkeadilan dan rahmatan lil alamin memancar dari bumi Indonesia. Keaneka ragaman etnis, budaya dan tradisi adalah modal bagi negeri ini untuk menjadi negeri suri teladan bagi pembangunan peradaban dunia yang agamis, bersolidaritas tinggi, penuh toleransi dan berakhlak karimah.
Click here to continue to part 3

Kontemplasi Empat Tahun Tsunami - 3

Kita lah Biang Keladi Segala Bencana

Telah Allah kehendaki bahwa negeri ini telah lebih setengah abad menjalani kebebasannya dari belenggu penjajah, merdeka dari kolonialisme, berdaulat dan leluasa mengatur rumah tangga dan kekayaannya sendiri. Dan telah Allah kehendaki pula bahwa pemimpin negeri ini silih berganti dengan segala kebaikan dan keburukannya agar kita menjadi dewasa dan matang dalam berbangsa dan bernegara. Tetapi lagi-lagi, yang selalu kita hasilkan adalah penyimpangan-penyimpangan dan kerusakan.

Dan keadaan yang bersifat merusak tersebut senantiasa kita pertahankan, bahkan kita wariskan dari generasi ke generasi. Karena semakin hari kondisi negeri ini tidak lebih baik, baik di bidang ekonomi, sosial, politik, pendidikan, kehidupan keber-agama-an maupun kehidupan kemasyarakatan. Di bidang ekonomi, harga kebutuhan hidup semakin menjulang tinggi, secara sosial masyarakat tak pernah merasakan kesejahteraan, berpolitik hanya dijadikan sarana memperkaya diri, pendidikan tak lagi menjadi sarana untuk membangun sumber daya manusia tetapi menjadi lading bisnis, agama dijadikan tameng untuk saling membunuh, mengusir dan menganggap orang lain tidak berhak menghuni negeri ini, serta masyarakat pun tak punya lagi empati bahwa di sekelilignya banyak orang yang mati karena kelaparan dan kedinginan.

Nampaknya, bagi sebagian penduduk negeri ini, akal yang Allah anugerahkan sebagai pembeda manusia dari mahluk lainnya, sebagai radar pendeteksi keagungan Allah yang terhampar di jagat raya, hanya menjadi sekedar gumpalan lemak dan saraf yang selalu sibuk dan pusing mencari dalih untuk menisbikan ke-Maha-anNya. Hati yang Allah tanamkan dalama raga kita sebagai navigator agar kita mampu mengendalikan diri, berjalan lurus di jalan-Nya, mengambil yang hak dan meninggalkan yang bathil, hanya berfungsi sebagai gumpalan darah yang berselimut hawa nafsu yang menjerumuskan kita ke kepongahan jiwa yang meng-eliminasi kehambaan kita kepada Allah.

Kita menjadi manusia durhaka terhadap diri kita sendiri. Kita menjadi manusia durhaka pada orang lain, terhadap alam dan terlebih lagi terhadap Allah SWT.

Maka menjadi sangat wajar bila Allah menimpakan bencana tsunami dan bencana-bencana lainnya yang silih berganti kepada negeri ini.

“Tak ada suatu negeri pun (yang durhaka penduduknya), melainkan Kami membinasakannyasebelum hari kiamat atau Kami azab (penduduknya) dengan azab yang sangat keras. Yang demikian itu telah tertulis di dalam kitab (Lawh Mahfudz)” (Bani Israel,58)


Sesungguhnya apabila kita merenung, bencana tsunami dan bencana-bencana lainnya yang menimpa negeri ini bukanlah hukuman Allah terhadap kita, bangsa Indonesia. Tetapi adalah ekspresi betapa Allah sangat mencintai dan tidak menghendaki jika "zamrud katulistiwa" ini semakin terperosok ke jurang kehancuran yang lebih dalam, ke kebinasaan. Bencana tersebut sejatinya adalah bentuk tamparan keras agar kita tersadar dari kelengahan kita, dari kemasa bodoan kita.

Dalam rangka memperingati empat tahun tsunami ini, sudah selayaknya bila kita tetap bersyukur karena kita bangsa ini masih diberi kesempatan untuk tetap ada. Maka sehingganyalah kita menjadikannya momentum untuk bertaubat, mengembalikan kesadaran kita bahwa KITA lah biang keladi penyebab terjadinya segala bencana itu. Semoga Allah senantiasa meberi hidayah kepada kita.

“Dan hanya kepunyaan Allah-lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi supaya Dia memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat jahat terhadap apa yang telah meraka kerjakan dan memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik dengan pahala yang lebih baik (surga)”. (An-Najm 31)

20081222

20081216

Resonansi Rasa

Terus terang...
aku tak tau siapa kamu
aku tak tau seperti apa kamu
rupamu
tampilanmu
gayamu
sifatmu
pokoknya semua tentang apapun mengenai kamu
aku tak tau itu

Karena aku juga tak tau
tau-tau kamu datang tiba-tiba
tak dinyana
menyelinap di antara para mereka yang selama ini telah akrab di hidupku
tiba-tiba
Tiba-tiba juga aku merasa
ada sesuatu yang beda tentang kamu

    Terus terang
    aku tak mengagumimu
    tak ada sesuatu yang mampu membuatku mau menjadikanmu idolaku
    semua tentang kamu serba biasa
    biasa
    biasa saja
    tapi aku tak tau
    kenapa kamu mampu membuatku banyak bercerita

    Terus terang
    aku telah banyak teman wanita
    teman ngobrol atau sekedar teman bercerita
    anak istriku juga luar biasa
    tetapi
    terus terang saja
    adamu memberiku sesuatu yang harus dirasa

Aku tau
aku hanya segelintir saja dari mereka yang mencoba berteman denganmu
bahkan aku tau kamu telah menjadi idola
bagi banyak orang yang selama ini menyapa

Tetapi aku tak akan sejauh itu
cukup bagiku hadirmu memberi nuansa
bahwa adamu telah memberiku banyak wacana
ya
cukup bagiku
menjadikanmu sebagai sumber inspirasi saja
karena adamu membuat semuanya mengalir begitu saja

Maka...
biarkan aku terus bercengkerama
bercengkerama denganmu bila kamu memang sempat saja
biarkan aku terus bisa bercengkerama
biar aku bisa terus merangkai kata
yang suatu saat bisa kita nikmati bersama

Tapi bila kamu keberatan
atau semua ttgku mengganggumu saja
segera delete saja tak mengapa
karena di file ku semua tentangmu masih tetap ada

20081213

The Dangers of Smoking

Almost everybody knows that smoking is bad for the health. Images of blackened lungs line school hallways and hospital waiting rooms, but despite this people continue to take up smoking. This may have to do with the pervasive romantic image of smoking -- an image that has nothing in common with reality.

There are many ways to take tobacco. You can chew it, inhale it through the nose, and smoke it in the form of cigars or cigarettes. No matter how it's taken it is dangerous, but because smoking is the most popular way to consume tobacco it has also received the greatest attention from the medical field and the media.

When a smoker inhales a puff of cigarette smoke the large surface area of the lungs allows nicotine to pass into the blood stream almost immediately. It is this nicotine "hit" that smokers crave, but there is a lot more to smoke than just nicotine. In fact, there are more than 4000 chemical substances that make up cigarette smoke and many of them are toxic.

Cigarette smoke is composed of 43 carcinogenic substances and more than 400 other toxins that can also be found in wood varnish, nail polish remover, and rat poison. All of these substances accumulate in the body and can cause serious problems to the heart and lungs.

Cancer is the most common disease associated with smoking. Smoking is the cause of 90% of lung cancer cases and is related to 30% of all cancer fatalities. Other smoking-related cancers include cancers of the mouth, pancreas, urinary bladder, kidney, stomach, esophagus, and larynx.

Besides cancer, smoking is also related to several other diseases of the lungs. Emphysema and bronchitis can be fatal and 75% of all deaths from these diseases are linked to smoking.

Smokers have shorter lives than non-smokers. On average, smoking takes 15 years off your life span. This can be explained by the high rate of exposure to toxic substances which are found in cigarette smoke.

Smokers also put others at risk. The dangers of breathing in second-hand smoke are well known. Smokers harm their loved ones by exposing them to the smoke they exhale. All sorts of health problems are related to breathing in second-hand smoke. Children are especially susceptible to the dangers of second-hand smoke because their internal organs are still developing. Children exposed to second-hand smoke are more vulnerable to asthma, sudden infant death syndrome, bronchitis, pneumonia, and ear infections.

Smoking can also be dangerous for unborn children. Mothers who smoke are more likely to suffer from miscarriages, bleeding and nausea, and babies of smoking mothers have reduced birth weights or may be premature. These babies are more susceptible to sudden infant death syndrome and may also have lifelong health complications due to chest infections and asthma.

It is never too late to give up smoking, even those who have smoked for 20 years or more can realize tremendous health benefits from giving up the habit.
http://healthliteracy.worlded.org/docs/tobacco/images/72.gif

20081208

Islam is not Only a Teaching but also a Way of Life [3]

Hari ini Iedul Adha kembali datang. Seperti tahun-tahun sebelumnya, semua muslim menyambutnya dengan gembira. Ada yang menyembelih kambing, domba, sapi atau unta. Ada yang pergi haji atau ada yang pergi bersilaturrahim ke tempat sanak saudara. Semuanya sibuk dengan caranya masing untuk mengisi dan atau memaknai Iedul adha. Tetapi sayangnya, semua cenderung seremonial belaka. Berqurban [bukan berkorban] yang sesungguhnya dimaksudkan oleh Tuhan sebagai simbol bagi manusia untuk berbagi kepada sesama, terutama kepada yang papa, menjadi seperti acara hura-hura.

Perlu dicerna bahwa berqurban bukan berarti memberi sesembahan berupa hewan kepada Tuhan. Yakinlah bahwa Tuhan tidak butuh sesembahan seperti itu dari manusia. Berqurban adalah sarana ibadah bagi manusia bagaimana dia mendekatkan diri (qaraba, yaqrabu, qurbaanan) kepada Tuhan. Tapi mengapa harus melalui media hewan ?

"Dan tidaklah sempurna iman seseorang sebelum ia berbuat baik terhadap sesama". Hablum minannas, itulah jalan untuk manusia dapat mendekat dengan Tuhan. Hablum minallah tak akan pernah terjadi jika manusia tidak mampu menjalin hubungan yang baik dengan sesama. Berqurban adalah salah satu jalan yang disediakan oleh Tuhan untuk itu, untuk hablum minannas sekaligus "to fulfill the needs for self-actualization" bagi manusia dengan cara berbagi kenikmatan, dari yang punya untuk yang tidak berpunya. Ya, sungguh Tuhan Maha Sempurna menyediakan segala jalan bagi manusia untuk beribadah kepada-Nya.

Selain bermakna spiritual sebagai jalan pendekatan kepada Tuhan, secara ekonomis qurban memberi manusia jalan untuk melakukan kegiatan usaha. Para peternak dan penjual hewan qurban panen raya, para pengusaha transportasi banyak dibutuhkan jasa pengirimannya, para pengrajin kulit juga suka cita karena melimpahnya suplai bahan baku, dan lain sebagainya. Belum lagi bila dikaji dari sisi kegiatan pelaksanaan ibdaha haji. Betapa hari raya Iedul Adha, dan hari-hari besar Islam lainnya, dengan sempurna menggairahkan dunia usaha.

Namun sayang, makna yang dalam dari kehadiran Iedul Adha terasa sia-sia bila dalam kenyataannya, perayaannya justru dilaksanakan sebagai sarana hura-hura; pesta makan daging bersama. Daging qurban yang seyogyanya hanya mesti dibagi untuk mereka yang miskin dan papa agar mereka dapat (sesekali) menikmati makanan bergizi (dan bagi mereka Hari Raya Iedul Adha memang merupakan hari perbaikan gizi) justru juga dinikmati oleh kalangan berpunya. Bahkan di sudut-sudut gang, beberapa pemuda justru menjadikan daging qurban untuk berpesta sate bersama sembari mabuk-mabukan.

Yang pergi haji juga tak jauh berbeda. Ibadah yang sejatinya adalah untuk menyempurnakan ke-muslim-an seseorang, dalam prakteknya justru menjadi ajang memenuhi kebutuhan self-esteem. Ya, kebutuhan mencari prediket "Haji" lebih mengemuka dibandingkan dengan kerinduan untuk menggapai ridlo-Nya.

Ibadah haji dan ibadah lainnya dalam rangka Iedul Adha telah berubah menjadi ajang kegiatan kapatalistis yang hedonistis. Penonjolan pencapaian urusan dunia (show-off/riya) lebih utama daripada menomorsatukan keikhlasan demi menggapai ridlo-Nya. Sekali lagi, seharusnya demi menggapai RIDLO-NYA.

[to be continued in "Sisi Religi", see the category]

20081206

Islam is not Only a Teaching but also a Way of Life [2]

Lanjutan dari...

Equilibrium adalah ajaran inti yang selalu ditekankan dalam Islam. Keseimbangan antara mengejar kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Kesimbangan dalam menjalin hubungan dengan Tuhan, dengan sesama, dengan lingkungan sekitar dan dengan jati diri kita. Keseimbangan dalam semua aspek kehidupan.

Karena keseimbanganlah yang menjadikan tata surya tidak saling bertabrakan. Keseimbanganlah yang membuat sebuah pesawat terbang melaju menembus angkasa. Keseimbanganlah yang menjadikan manusia dapat berjalan sempurna. Dan hanya keseimbanganlah yang menjadikan malam berganti siang, siang berganti malam.

Dan Islam adalah agama yang semua ajarannya ditujukan untuk menjadikan penganutnya meraih keseimbangan yang sempurna. Penegakan sholat merepresentasikan olah keseimbangan yang paripurna yang harus dilakukan oleh semua penganut Islam. Bila gerakan yoga mampu menggiring seorang manusia menjadi fokus memusatkan konsentrasinya menyeimbangkan antara alam raga dan alam maya, maka sholat sejatinya lebih dari yoga. Sholat adalah yoganya yoga.

Sholat mampu dengan sempurna menghantarkan pelakunya tidak saja pada pencapaian titik konsentrasi ala yoga, tetapi sholat juga mentransendentasikan pelakunya menuju Tuhan. Sehingga, apabila sholat dilakukan dengan sempurna, ia mampu menjauhkan pelakunya dari berperilaku negatif, melindungi pelakunya dari segala sesuatu yang negatif dan menjadikan pelakunya anti untuk berbuat negatif. "Innasholata tanha 'anil fakhsya i wal munkar".

Oleh karenanya Islam mewajibkan para penganutnya untuk melaksanakan sholat secara teratur lima kali sehari semalam agar keseimbangan antara aktifitas duniawi dan ukhrowi terjaga. Waktu sholat yang berjeda sedemikian rupa sejatinya adalah titik di mana saat itu manusia mencapai kepenatan dari kesibukan duniawinya di mana keseimbangan energi untuk menunjang pekerjaannya memerlukan penyegaran, di mana kebutuhan untuk beranjak sejenak dari rutinitasnya muncul, dan di mana alam pun berubah temperaturnya. Dan sholat lah media sempurna yang mampu memenuhi kebutuhan2 tersebut. Betapa tidak. Sholat dengan segala aspeknya mengajak pelakunya untuk tidak bermalas- malasan karena sholat dilakukan dengan berbagai gerakan yang menyegarkan.

Belum lagi berwudlu yang harus dilaksanakan sebelum menjalankan sholat. Berwudlu sejatinya adalah sarana bagi manusia untuk selalu bersentuhan dengan kehidupan. Air adalah sumber segala kehidupan. Saat berwudlu, ujung-ujung syaraf seluruh raga dari rambut hingga kaki kita tidak boleh tidak, harus terbasuh oleh air. Artinya dengan berwudlu raga kita akan tetap hidup. Dengan berwudlu, jiwa kita akan tetap hidup; hidup dalam arti yang sebenarnya.

[to be continued]

20081202

Islam is not Only a Teaching but also a Way of Life [1]


Rasanya tak perlu kita bertanya dalilnya apa, berdasarkan kitab apa, menurut mazhab mana atau kata siapa yang ujung2nya sebenarnya kita hanya mencari justifikasi untuk penolakan kita terhadap kebenaran. Karena dengan mata telanjang, pikiran dan ilmu yang seadanya saja kita mampu memahami dan kemudian lantang berkata bahwa Islam memang "sempurna".

Segala peristiwa yang terjadi dulu hingga saat ini telah memberikan bukti bahwa apa yang dikatakan oleh Islam tentang kehidupan duniawi yang fana, apa yang akan terjadi bila kesarakahan merajalela, apa akibatnya kalau hukum buatan manusia dianggap lebih sempurna, apa jadinya kalau sebuah negeri dipimpin oleh orang yang bukan ahlinya, dan segala apa yang secara logika saja kita tidak bisa menerimanya ternyata terbukti.

Meskipun Islam lahir lebih dari empat belas abad yang lalu, tetapi nyatanya ajarannya telah mampu menjangkau, memprediksi, mengantisipasi segala phenomena dan dinamika yang akan terjadi empat belas abad kemudian. Doktrin pertama yang Islam sebarkan sebelum yang lain dalam "Iqra" mengandung makna yang sempurna yang menembus spektrum yang begitu luas karena ternyata dengan membacalah (Iqra) manusia dapat menjalankan hidupnya.

Semua hasil karya manusia; ilmu, pengetahuan dan teknologi dapat tercipta karena membaca. Dan dalam kenyataannya Tuhan menyediakan alam semesta bagi manusia agar manusia membaca. Binatang diciptakan sedemikian rupa; tumbuhan dihidupkan sedemikian rupa; langit, bumi, awan, bintang dan sebagainya dihamparkan sedemikian rupa adalah sarana atau media sehingga manusia mempelajarinya.

Setelah mampu membaca, manusia harus sadar bahwa ia diciptakan tak lain dan tak bukan adalah untuk mengabdi kepadaNya. Alam semesta raya yang menghampar tanpa batas adalah tempat di mana manusia dapat menjalankan pengabdiannya. Sehingga mencederai alam, memporak-porandakan lingkungan, mengekploitasi isinya dengan semena-mena dan segala tindakan yang bersifat merusak adalah bentuk nyata penentangan dan perlawanan manusia terhadap Tuhan.

Maka, bacalah. Bacalah segala apa yang ada sebelum melakukan tindakan yang ternyata hanya akan berakibat terjadinya pengrusakan.

[to be continued]