20081208

Islam is not Only a Teaching but also a Way of Life [3]

Hari ini Iedul Adha kembali datang. Seperti tahun-tahun sebelumnya, semua muslim menyambutnya dengan gembira. Ada yang menyembelih kambing, domba, sapi atau unta. Ada yang pergi haji atau ada yang pergi bersilaturrahim ke tempat sanak saudara. Semuanya sibuk dengan caranya masing untuk mengisi dan atau memaknai Iedul adha. Tetapi sayangnya, semua cenderung seremonial belaka. Berqurban [bukan berkorban] yang sesungguhnya dimaksudkan oleh Tuhan sebagai simbol bagi manusia untuk berbagi kepada sesama, terutama kepada yang papa, menjadi seperti acara hura-hura.

Perlu dicerna bahwa berqurban bukan berarti memberi sesembahan berupa hewan kepada Tuhan. Yakinlah bahwa Tuhan tidak butuh sesembahan seperti itu dari manusia. Berqurban adalah sarana ibadah bagi manusia bagaimana dia mendekatkan diri (qaraba, yaqrabu, qurbaanan) kepada Tuhan. Tapi mengapa harus melalui media hewan ?

"Dan tidaklah sempurna iman seseorang sebelum ia berbuat baik terhadap sesama". Hablum minannas, itulah jalan untuk manusia dapat mendekat dengan Tuhan. Hablum minallah tak akan pernah terjadi jika manusia tidak mampu menjalin hubungan yang baik dengan sesama. Berqurban adalah salah satu jalan yang disediakan oleh Tuhan untuk itu, untuk hablum minannas sekaligus "to fulfill the needs for self-actualization" bagi manusia dengan cara berbagi kenikmatan, dari yang punya untuk yang tidak berpunya. Ya, sungguh Tuhan Maha Sempurna menyediakan segala jalan bagi manusia untuk beribadah kepada-Nya.

Selain bermakna spiritual sebagai jalan pendekatan kepada Tuhan, secara ekonomis qurban memberi manusia jalan untuk melakukan kegiatan usaha. Para peternak dan penjual hewan qurban panen raya, para pengusaha transportasi banyak dibutuhkan jasa pengirimannya, para pengrajin kulit juga suka cita karena melimpahnya suplai bahan baku, dan lain sebagainya. Belum lagi bila dikaji dari sisi kegiatan pelaksanaan ibdaha haji. Betapa hari raya Iedul Adha, dan hari-hari besar Islam lainnya, dengan sempurna menggairahkan dunia usaha.

Namun sayang, makna yang dalam dari kehadiran Iedul Adha terasa sia-sia bila dalam kenyataannya, perayaannya justru dilaksanakan sebagai sarana hura-hura; pesta makan daging bersama. Daging qurban yang seyogyanya hanya mesti dibagi untuk mereka yang miskin dan papa agar mereka dapat (sesekali) menikmati makanan bergizi (dan bagi mereka Hari Raya Iedul Adha memang merupakan hari perbaikan gizi) justru juga dinikmati oleh kalangan berpunya. Bahkan di sudut-sudut gang, beberapa pemuda justru menjadikan daging qurban untuk berpesta sate bersama sembari mabuk-mabukan.

Yang pergi haji juga tak jauh berbeda. Ibadah yang sejatinya adalah untuk menyempurnakan ke-muslim-an seseorang, dalam prakteknya justru menjadi ajang memenuhi kebutuhan self-esteem. Ya, kebutuhan mencari prediket "Haji" lebih mengemuka dibandingkan dengan kerinduan untuk menggapai ridlo-Nya.

Ibadah haji dan ibadah lainnya dalam rangka Iedul Adha telah berubah menjadi ajang kegiatan kapatalistis yang hedonistis. Penonjolan pencapaian urusan dunia (show-off/riya) lebih utama daripada menomorsatukan keikhlasan demi menggapai ridlo-Nya. Sekali lagi, seharusnya demi menggapai RIDLO-NYA.

[to be continued in "Sisi Religi", see the category]

No comments: